Kamis, 09 Februari 2012

Mengenal filosofi kuno (Ancient Philosophy)



Filosopi kuno yaitu dunia filosof Roma dan Yunani mulai abad kelima sebelum masehi sampai abad keempat sebelum masehi. Ini umumnya dibagi menjadi empat periode, yaitu : periode sebelum Socrates(pre-Socrates), periode Plato, periode Aristoteles, dan periode post-Aritotelian(Hellenistic).

Kata filosopi berasal dari bahasa Yunani kuno philosophia yang berarti cinta pengetahuan atau cinta kearifan. Filosofi adalah suatu studi tentang masalah-masalah umum dan mendasar mengenai eksistensi, pengetahuan, pertimbangan moral, akal, bahasa. Di sisi lain dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul ini filosofi dibedakan berdasarkan kritik-kritiknya, pendekatan sistematik dan argumen-argumen yang diyakini. Seperti halnya mitologi atau faham mistis. Yang dimaksud filsafat disini adalah cara pikir yang sama sekali baru yang berkembang di Yunani sekitar enam ratus tahun sebelum kelahiran Kristus. Hingga masa itu semua pertanyaan yang diajukan oleh manusia dijawab oleh berbagai agama. Penjelasan-penjelasan agama ini disampaikan dari generasi ke generasi dalam bentuk mitos. Mitos adalah sebuah cerita mengenai dewa-dewa untuk menjelaskan mengapa kehidupan berjalan seperti adanya. Selama ribuan tahun banyak sekali penjelasan-penjelasan filsafat yang tersebar ke seluruh dunia. Para filosofi Yunani berusaha untuk membuktikan bahwa penjelasan-penjelasan ini tidak dapat dipercaya.
Untuk memahami cara berpikir filosofi awal ini, kita harus paham dulu bagaimana rasanya memiliki suatu lukisan mitologis tentang dunia. Kita bisa mengambil contoh mitos Skandinavia. Cerita tentang Thor dan palunya. Sebelum agama Kristen masuk ke Norwegia, orang-orang percaya bahwa Thor mengendarai sebuah kereta yang ditarik dua ekor kambing melintasi angkasa. Ketika dia mengayunkan palunya akan terdengar guntur dan halilintar. Kata “guntur” dalam bahasa Norwegia-“Thor-don”-berarti raungan Thor. Dalam bahasa Swedia, kata untuk guntur adalah “aska” aslinya”as-aka,” yang berarti “perjalanan dewa” di atas lapisan-lapisan langit. Jika ada guntur dan halilintar pasti ada hujan yang sangat penting bagi petani Viking. Maka Thor dipuja sebagai dewa kesuburan.
Penjelasan mitologi untuk hujan karenanya adalah bahwa Thor sedang mengayunkan palunya. Dan jika hujan turun maka jagung berkecambah dan tumbuh subur di ladang. Bagaimana tanaman-tanaman di ladang dapat tumbuh dan menghasilkan tidaklah dipahami. Tapi jelas itu dikaitkan dengan hujan. Dan karena setiap orang percaya bahwa hujan hubungannya dengan Thor, maka dia menjadi salah satu dewa paling penting di wilayah Skandinavia. Inilah penjelasan mitologi yang ditentang oleh para filosof.

Filosof Alam

Para filosof Yunani paling awal kadang-kadang disebut filosof alam sebab mereka hanya menaruh perhatian pada alam dan proses-prosesnya.

Filosof dari Miletus

Thales Berasal dari Miletus, sebuah koloni Yunani di Asia Kecil. Dia berkelana ke banyak negeri termasuk Mesir dimana dia dikatakan pernah menghitung tinggi sebuah piramid dengan mengukur bayangannya pada saat yang tepat ketika panjang bayangan sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan secara tepat terjadinya gerhana matahari pada 585 SM.
Thales beranggapan bahwa “sumber dari segala sesuatu adalah air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir”.

Anaximander

Berasal juga dari Miletus pada masa yang kira-kira sama dengan masa Thales. Dia beranggapan bahwa “dunia kita hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang di sebutnya sebagai yang tak terbatas.”
Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan yang tak terbatas, tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan suatu zat yang dikenal dengan cara seperti yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudkannya adalah bahwa zat yang merupakan sumber segala benda pastilah sesuatu yang berbeda dari benda-benda yang diciptakannya. Karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah “tak terbatas.” Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air.

Anaximenes

Filosof ketiga dari Melitus ini beranggapan bahwa “Sumber segala sesuatu pastilah udara atau uap.” Anaximes tentu saja mengenal teori Thales menyangkut air. Tapi dari mana asalnya air? Anaximenes beranggapan air adalah udara yang di padatkan. Kita mengetahui bahwa air adalah udara yang dipadatkan. Kita mengetahui bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara yang dipadatkan. Jika air diperas lebih keras lagi, ia menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan pasir terperas keluar dari es yang meleleh. Dia juga beranggapan bahwa api adalah udara dijernihkan. Menurut Anaximenes, udara karenanya adalah asal-usul tanah, air dan api. Tidak jauh berbeda jika dikatakan air adalah hasil dari tanah. Barangkali Anaximenes mengira bahwa tanah, udara, dan api semuanya dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan, tapi sumber dari segala sesuatu adalah udara atau uap.
Maka seperti Thales, dia beranggapan bahwa pasti ada suatu zat dasar yang merupakan sumber dari seluruh perubahan alam.
Ketiga filosof Miletus ini semuanya percaya pada keberadaan satu zat dasar sebagai sumber dari segala hal. Namun bagaimana mungkin satu zat dapat dengan tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lain? Kita dapat menyebut ini masalah perubahan.
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof di koloni Yunani Elea di Italia Selatan. “Orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini. Yang paling penting diantara para filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada. Gagasan ini tidak asing bagi orang-orang Yunani. Mereka menganggap sudah selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan, pikir Parmenides. Dan tidak ada sesuatu pun yang ada dapat menjadi tiada.

Heraclitus ( kira-kira 540-480 SM )

Berasal dari Ephesus di Asia kecil. Dia beranggapan bahwa perubahan terus-menerus, atau aliran, sesungguhnya merupakan ciri alam yang paling mendasar. “Segala sesuatu terus mengalir,” kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalami perubahan terus menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap. Karena itu kita “tidak dapat melangkah dua kali ke dalam sungai yang sama.” Kalau kita melangkah ke dalam sungai untuk kedua kalinya, maka kita atau sungainya sudah berubah.

Empedocles (kira-kira 490-430 SM)

Berasal dari Sicilia. Adalah dia yang memberi jalan keluar diantara perselisihan beda pendapat Parmenides dan Heraclitus. Empedocles mendapati bahwa penyebab dari pertentangan mereka adalah bahwa kedua filosof itu sama-sama mengemukakan adanya hanya satu unsur. Jika ini benar, kesenjangan antara apa yang dikemukakan akal dan apa “yang dapat kita lihat dengan mata kita sendiri” tidak akan dapat disatukan.
Namun pada saat yang sama Empedocles setuju dengan Hereclitus bahwa kita harus mempercayai bukti dari indra-indra kita. Kita harus mempercayai apa yang kita lihat, dan apa yang kita lihat itu adalah bahwa alam berubah. Empedocles yakin bahwa setelah dipertimbangkan, alam itu terdiri atas empat unsur, atau “akar” sebagaimana dia mengistilahkan. Keempat akar ini adalah tanah, udara, api, air.

Democritus (460-370 SM)

Berasal dari kota kecil di Abdera. Dia merupakan pencetus teori atom, Democritus setuju dengan para pendahulunya bahwa perubahan-perubahan alam tak mungkin disebabkan karena kenyataan bahwa segala sesuatu sungguh-sungguh “berubah.” Karena itu dia beranggapan bahwa segala sesuatu dibuat dari balok-balok tak terlihat yang sangat kecil, yang masing-masing kekal dan abadi. Kata a-tom berarti “tak dapat dipotong.”
Bagi Democritus adalah sangat penting untuk menekankan bahwa bagian-bagian pokok yang membentuk segala sesuatu tidak mungkin dibagi secara tak terhingga menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Jika ini mungkin mereka tidak bisa digunakan sebagai balok-balok pembentuk.
Democritus percaya bahwa alam terdiri atas atom-atom yang jumlahnya tak terhingga dan beraneka ragam. Sebagian bulat dan mulus, yang lain tak beraturan dan tak bergigi. Dan justru karena saling berbeda mereka dapat menyatu menjadi berbagai bentuk yang berlainan. Namun meskipun jumlah dan bentuk mereka mungkin tak terbatas, mereka semua kekal, abadi, dan tak terbagi.

Socrates (470-399 SM)

Dilahirkan di Athena, dia menjalani sebagian besar hidupnya di alun-alun dan pasar-pasar untuk berbincang dengan orang yang ditemuinya di sana. “Pohon-pohon di pedesaan tidak mengajarkan apa-apa padaku” katanya. Dia juga dapat tenggelam dalam pemikiran selama berjam-jam tanpa henti. Bahkan di masa hidupnya dia dianggap agak membingungkan, dan tak lama setelah kematiannya dia dianggap sebagai pendiri sejumlah aliran pemikiran filsafat yang berbeda-beda. Kenyataanya bahwa dia begitu penuh teka-teki dan membingungkan telah memungkinkan beberapa aliran pemikiran yang berlainan untuk menyatakan dia sebagai pendirinya.
Dikatakan bahwa Socrates sangat buruk rupa. Perutnya gendut, matanya menonjol dan hidungnya pendek dan besar. Namun dikatakan bahwa batinnya “sangat bahagia”. Juga dikatakan bahwa anda dapat menemukannya dimasa sekarang, Anda dapat menemukanya dimasa lampau, tapi Anda tidak akan menemukan padanannya. Sekalipun demikian dia dihukum karena aktivitas filsafatnya. Kehidupan Socrates hanya dapat kita ketahui melalui tulisan-tulisan Plato, yaitu salah seorang muridnya dan yang menjadi salah satu filosof terbesar sepanjang masa. Plato menulis sejumlah Dialog, atau diskusi-diskusi yang didramatisasi mengenai filsafat, dimana dia menggunakan Socrates sebagai tokoh utama dan juru bicaranya. Karena Plato menyuarakan filsafatnya sendiri melalui mulut Socrates, kita tidak dapat yakin apakah kata-kata dalam dialog-dialog itu pernah benar-benar diucapkan olehnya. Maka tidak mudah untuk membedakan antara ajaran-ajaran Socrates dan filsafat Plato. Masalah yang sama menimpa tokoh sejarah lain yang tidak meninggalkan penjelasan tertulis.
Pada 399 SM, dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewa baru dan merusak kaum muda,” serta tidak mempercayai dewa-dewa yang telah diterima dengan mayoritis tipis, juri yang terdiri atas lima ratus orang menyatakn bersalah. Besar kemungkinan dia dapat mengajukan kelonggaran. Setidak-tidaknya dia dpat menyelamatkan nyawanya dengan setuju meniggalkan Athena. Tapi kalu dia melakukan ini, dia bukanlah Socrates. Dia menghargai hati nuraninya – dan kebenaran – lebih tinggi dibanding nyawanya sendiri. Dia meyakinkanjuru bahwa dia hanya bertindak demi kepentingannegara. Namun dia tetap dihukum untuk minu racun cemara. Tak lama kemudian, dia minum racun itu di hadapan sahabat-sahabatnya, dan kemudian meninggal. Namun siapa Socrates “sesungguhnya” relatif tidak penting. Penggambaran Plato mengenai Socrates itulah yang telah mengilhami pemikiran di dunia Barat selama hampir 2.500 tahun.

Plato (428-347 SM)

Berasal dari Athena, dia berusia dua puluh sembilan tahun ketika Socrates minum racun cemara. Dia telah menjadi murid Socrates selama beberapa tahun dan telah mengikuti pengadilannya dengan cermat. Kenyataan bahwa Athena dapat menghukum mati warga negaranya yang paling mulia menimbulkan lebih dari sekedar kesan mendalam terhadapnya. Hal ini menciptakan jalan bagi seluruh upaya filosofinya. Bagi Plato kematian Socrates merupakan contoh mencolok dari konflik yang timbul antara masyarakat sebagaimana adanya dan masyarakat sejati atau ideal. Tindakan Plato yang pertama sebagai seorang filosof adalah menerbitkan karya Socrates Apologi, suatu penjelasan tentang pembelaannya dihadapan juri. Plato mendirikan sekolah filsafatnya sendiri di sebuah hutan kecil tak jauh dari Athena, yang dinamai sesuai dengan nama pahlawan legendaris Yunani Academus. Karena sekolah itu dikenal sebagai Akademi.(Sejak itu ribuan akademik didirikan diseluruh dunia).
Subjek-subjek yang diajarkan di akademik Plato adalah filsafat, matematik, dan olah raga. Plato percaya bahwa realitas terbagi menjadi dua wilayah. Satu wilayah adalah dunia indra, yang mengenainya kita dapat mempunyai pengetahuan yang tidak tepat atau tidak sempurna dengan menggunakan lima indra kita. Di dunia indra ini, “segala sesuatu berubah” dan tidak ada yang permanen. Dalam dunia indra ini tidak ada sesuatu yang selalu ada, yang ada adalah sesuatu yang datang dan pergi. Wilayah lain adalah dunia ide yang mengenainya kita dapat memiliki pengetahuan sejati dengan menggunakan akal kita. Dunia ide ini tidak dapat ditangkap dengan indra, namun ide (atau bentuk-bentuk) itu kekal dan abadi.

Aristoteles ( 384-322SM )

Dia dilahirkan di Macedonia. Dia menjadi murid di akademi Plato selama hampir dua tahun ketika usia Plato sekitar 61 tahun. Ayah Aristoteles adalah seorang dokter dan merupakan seorang ilmuan. Latar belakang ini telah memberikan gambaran pada kita tentang proyek filsafat Aristoteles. Yang paling menarik baginya adalah telaah alam. Dia bukan hanya filosof Yunani besar yang terakhir, namun juga ahli biologi besar Eropa yang pertama. Aristoteles memutuskan bahwa realitas terdiri atas berbagai benda terpisah yang menciptakan suatu kesatuan antara bentuk dan substansi. “Substansi” adalah bahan untuk membuat benda-benda, sedangkan “Bentuk” adalah ciri khas masing-masing benda.

Hellenisme

Mulai abad keempat sebelum masehi hingga keempat setelah masehi Epicuren, Stoik, Sinis, Neoplatonisme dimana perhatian sekolah-sekolah utama filosofi di dunia barat terhadap ilmu alam mulai mengalami penurunan secara terus-menerus selama periode ini. Sekolah-sekolah ini secara umum mulai konsentrasi pada etika dan agama. Periode ini juga merupakan sebuah periode hebatnya hubungan antar-kebudayaan, dan filosofer barat terpengaruh dengan ide-ide dari faham Budha di India, Zoroastrianis di Persia, dan yahudi di Palestina. Helenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan antar negara dan kebudayaan menjadi terhapus. Sebelumnya bangsa Yunani, Romawi, Mesir, Babylonia, Syria, dan Persia telah menyembah dewa mereka sendiri-sendiri di dalam apa yang secara umum disebut “agama nasional.” Kini kebudayaan yang berbeda-beda melebur dalam satu wadah besar yang menampung gagasan-gagasan agama, politik, dan ilmu pengetahuan.

Kaum Epicurean

Sekitar 300 SM, Epicurus (341-270 SM) mendirikan sebuah aliran filsafat di Athena. Para pengikutnya dinamakan kaum Epicurean. Dia mengembangkan etika kenikmatan Aristippus dan menggabungkannya dengan teori atom Democritus. Aristippus merupakan murid Socrates, dia percaya bahwa tujuan hidup adalah meraih kenikmatan indrawi setinggi mungkin. “Kebaikan tertinggi adalah kenikmatan,” katanya, “Kejahatan tertinggi adalah penderitaan.” Konon kaum Epicurean hidup di taman. Karena itu mereka dikenal sebagai “para filosof taman.” Di atas pintu masuk ke taman ini katanya digantungkan sebuah pengumuman yang berbunyi, “orang asing, disini kalian akan hidup senang. Disini kenikmatan adalah kebaikan tertinggi.” Namun Epicurus menekankan bahwa kenikmatan tidak lantas berarti kenikmatan indrawi-seperti makan coklat, misalnya. Nilai-niai seperti persahabatan dan penghargaan terhadap kesenian juga termasuk disini. Lagi pula, untuk menikmati hidup menurut cita-cita Yunani kuno diperlukan kontrol-diri, kesederhanaan, dan ketulusan. Nafsu harus dikekang, dan ketentraman hati akan membantu kita menahan penderitaan. Rasa takut kepada para dewa mendorong orang-orang masuk ke taman Epicurus. Dalam kaitan ini, teori atom dari Democratus merupakan obat yang berguna bagi takhayul keagamaan. Untuk menjalani kehidupan yang baik bukannya tidak harus mengatasi rasa takut akan kematian. Untuk tujuan ini Epicurus memanfaatkan teori Democratus tentang “atom jiwa.” Democritus percaya tidak ada kehidupan setelah kematian sebab ketika kita mati, “atom-atom jiwa” menyebar ke seluruh penjuru. “Kematian tidak menakutkan kita,” kata Epicurus dengan enteng, “sebab selama kita ada, kematian tidak bersama kita. Dan ketika ia datang, kita tidak ada lagi.” (jika kita berpikir begitu, tak ada orang yang meraasa kuatir akan kematian.)
Epicurus meringkas filasafat pembebasanya dengan apa yang dinamakannya empat ramuan obat:
1. Dewa-dewa bukan untuk ditakuti.
2. Kematian tidak perlu dikawatirkan.
3. Kebaikan itu mudah dicapai.
4. Ketakutan itu mudah ditanggulangi.
Meneladani Epicurus, banyak pengikutnya yang mengembangkan pemanjaan diri yang berlebihan. Motto mereka adalah “Hidup untuk saat ini!” Kata “epicuraen” digunakan dalam pengertian negatif belakangan ini untuk menggambarkan seseorang yang hidup hanya demi kesenangan.

Kaum Stoik(Stoicism)

Filsafat Stoik yang muncul di Athena sekitar 300 SM. Pendirinya adalah Zeno, yang asalnya berasal dari Syprus dan bergabung dengan kaum Sinis di Athena setelah kapalnya karam. Dia sering mengungkapkan para pengikutnya di bawah serambi. Nama “Stoik” berasal dari kata Yunani yang berarti serambi (stoa). Stoikisme di kemudian hari mempunyai pengaruh besar pada kebudayaan Romawi. Kaum Stoikisme percaya bahwa setiap orang adalah bagian satu akal -atau “logos”- yang sama. Mereka beranggapan bahwa setiap orang adalah seperti dunia miniatur, atau “mikrokosmos,” yang merupakan cerminan dari “makrokosmos.” Ini mendorong pada pemikiran bahwa ada suatu kebenaran universal, yang dinamakan hukum alam. Dan karena hukum alam ini didasarkan pada akal manusia yang abadi dan universal, ia tidak berubah sejalan berlalunya waktu dan berpindahnya tempat. Jadi, dalam hal ini kaum Stoik berpihak pada Socrates yang bertentangan dengan kaum Sophis. Hukum alam mengatur seluruh umat manusia, bahkan para budak.
Kaum Stoik mengangap ketentuan undang-undang dari berbagai negara hanyalah tiruan tidak sempurna dari “hukum” yang tertanam pada alam itu sendiri. Sebagian kaum Stoik menghapuskan perbedaan antara individu dan alam raya, mereka pun menyangkal adanya pertentangan antara “ruh” dan “materi.” Hanya ada satu alam, mereka menegaskan. Gagasan semacam ini disebut monisme(berkebalikan dengan dualisme atau realitas ganda dari Plato). Sebagai anak-anak zaman mereka yang sejati kaum Stoik benar-benar “kosmopolitan,” dalam pengertian bahwa mereka lebih menerima kebudayaan kontemporer dibanding para filosof tong(kaum sinis). Mereka memberi perhatian pada persahabatan manusia, sibuk dengan politik, dan kebudayaan dari mereka, terutama kaisar Romawi Marcus Aurelius(121-180 M), adalah negarawan yang aktif. Mereka mendorong berkembangannya kebudayaan dan filsafat di Romawi, ada salah seorang yang paling menonjol diantara mereka adalah sang orator, filosof, dan negarawan Cicero(106-43 SM). Dialah yang membentuk konsep “humanisme”- yaitu, suatu pandangan hidup yang menempatkan individu sebagai fokus utamanya.
Beberapa tahun kemudian, tokoh Stoik Seneca(4 SM-65 M) mengatakan bahwa “bagi umat manusia, manusia itu suci.” Ini tetap menjadi slogan humanisme hingga sekarang. Kaum Stoik, lebih lanjut, menekankan bahwa semua proses alam, seperti penyakit dan kematian, mengikuti hukum alam yang tak pernah lekang. Karena itu manusia harus belajar untuk menerima takdirnya. Tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Segala sesuatu terjadi karena ada sebabnya, maka tidak ada gunanya mengeluh jika takdir sudah datang mengetuk pintu. Mereka berpendapat bahwa orang juga harus menerima peristiwa- peristiwa yang membahagiakan dalam hidup tanpa gelisah. Dalam hal ini kita melihat pertalian mereka dengan kaum Sinis. Yang mengatakan bahwa semua kejadian lahiriah itu tidak penting. Bahkan sekarang kita menggunakan istilah “ketenangan Stoik” untuk seseorang yang tidak membiarkan perasaan menguasai dirinya.

Kaum Sinis(Skepticism)

Konon suatu hari Socrates sedang berdiri menatap sebuah kedai yang menjual segala macam barang. Akhirnya dia berkata, ”Betapa banyak benda yang tidak kuperlukan!” pertanyaan ini bisa jadi merupakan motto aliran filsafat Sinis, yang didirikan oleh Antisthenes di Athena sekitar 400SM. Anthistenes pernah menjadi murid Socrates, dan sangat tertarik pada kesederhanaannya. Kaum Sinis menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terdapat dalam kelebihan lahiriah seperti kemewahan materi, kekuasaan politik, atau kesehatan yang baik. Kebahagian sejati terletak pada ketidaktergantungan pada segala sesuatu yang acak dan mengambang. Dan karena kebahagiaan tidak terletak pada keuntungan-keuntungan semacam ini, maka semua orang dapat meraihnya. Lebih-lebih, begitu diraih, ia tidak akan pernah lepas lagi. Kaum Sinis percaya bahwa orang tidak perlu memikirkan kesehatan diri mereka. Bahkan penderitaan dan kematian tidak boleh menggangu mereka. Pun mereka tidak boleh membiarkan diri tersiksa karena memikirkan kesengsaraan orang lain. Kini istialah “sinis” dan “sinisme” ketidakpercayaan yang mengandung cemooh pada ketulusan manusia, dan kedua istilah itu menunjukkan ketidakpekaan terhadap penderitaan orang lain.

Kaum Neoplatonisme

Tokoh paling penting dalam Neoplatonisme adalah Plotinus (kira-kira 205-270), yang mempelajari filsafat di Alexandria tapi kemudian menetap di Roma. Menarik untuk di catat bahwa dia berasal dari Alexandria, kota yang menjadi titik temu utama filsafat Yunani dan mistisme Timur selama berabad-abad. Plotinus membawa ke Roma suatu doktrin keselamatan yang bersaing keras dengan ajaran Kristen. Namun, Neoplatonisme juga memberi pengaruh kuat dalam aliran utama teologi Kristen. Doktrin plotinus dicirikan oleh pengalaman tentang kesatuan. Segala sesuatu itu satu – sebab segala sesuatu itu berasal dari Tuhan. Dalam beberapa kesempatan yang langka dalam hidupnya, Plotinus mengalami penyatuan antara jiwanya dengan Tuhan. Kita biasa menyebutnya pengalaman mistik.
Bukan Plotinus saja yang mendapatkan pengalaman itu. Banyak orang telah menceritakan tentang hal-hal semacam itu sepanjang masa dalam semua kebudayaan. Banyak agama menekankan keterpisahannya dengan Tuhan atau Ciptaan, tapi ahli mistik tidak menemui pemisah samacam ini. Mereka mengalami rasa “penyatuan dengan Tuhan.” Gagasan pokoknya adalah bahwa apa yang kita sebut “Aku” bukanlah “Aku” yang sebenarnya. Secara sekilas kita dapat mengalami identifikasi dengan “Aku” yang lebih besar. Sebagian ahli mistik menyebutnya Tuhan, yang lain menyebutnya ruh kosmik, Alam, tau Semesta Raya. Ketika penyatuan itu terjadi, ahli mistik merasakan bahwa dia “kehilangan dirinya” dia lenyap kedalam diri Tuhan atau hilang di dalam diri Tuhan sebagai mana setitik air kehilangan dirinya ketika menyatu dengan samudra. Seorang ahli mistik India pernah mengungkapkan begini: “Jika aku mengadu, Tuhan tiada. Jika Tuhan mengadu, akupun tiada.” Ahli mistik
Kristen Angelus Silesis (1624-1677) mengemukakan dengan cara lain : Setiap tetes air menjadi lautan jika ia mengalir menuju samudra, sebagaimana jiwa itu naik menjadi Tuhan.
Tapi pengalaman mistis seperti ini tidak selalu datang sendiri. Ahli mistik harus mencari jalan “penyucian dan pencerahan” untuk bisa bertemu dengan Tuhan. Jalan ini berupa kehidupan sederhana dan berbagai teknik meditasi. Lalu secara tiba-tiba ahli mistik itu mencapai cita-citanya, dan dapat berseru, “Akulah Tuhan” atau “Akulah Kamu.”

0 komentar:

Posting Komentar